Kau takkan pernah tahu
Betapa mudahnya kau tuk dicintai~
***
Gerimis. Seperti biasa, aku masih di halte ini menunggu seperti biasa. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Sudah lebih dari seminngu aku melakukan kebiasaan seperti yang kulakukan hari ini. Setiap Hari! Menunggu sesuatu yang sama, di tempat yang sama dan mendapat hasil yang sama pula, Tidak ada. Entah, untuk tujuan apa aku melakukan hal yang mungkin sangat tidak disukai semua orang ini, menunggu.
“Tujuanmu sebenarnya apa sih, bro?” Tanya Firman, temanku.
“Tidak tahu.” Jawabku.
“Terus, selama ini pulang telat mulu buat apaan?!” Tanyanya lagi.
“Tidak tahu.” Jawabku lagi.
“Lah, elu mah jawabnya sama mulu kayak kasir Indomaret yang bilangnya ‘Selamat datang di Indomaret silahkan berbelanja.” Ucapnya seraya menirukan gaya mbak-mbak Indomaret.
“Haha, Kampret lu ah! Orang lagi galau gini malah di tanyain mulu.”
“Emang lu galau apaan kampret.”
“Sebenarnya gak galau juga sih. Cuman lebih kea rah penasaran.”
“Lah, penasaran sama siapa? Susi si penjual jamu itu?”
“Bukan!!”
“Engg… Bu Nanda guru semok itu?
“Bukaaaannn!!!”
“Terus siapa? Oh, pasti Sandy janda baru itu ya? Ciyeeeee….”
“Apaan sih, Kamprett!! Eh, tapi dia lumayan juga yah?
“Iyalah baru nikah 2 bulan udah cerai.”
“Haha… Iya iya…”
Ya ampun,
Astaghfirullah,
Maafkan hambamu ini ya tuhan.
Entah kenapa, tapi malah celotehan antara Firman dan aku kemarin malam malah muncul di benakku saat ini. Firman adalah salah satu teman baikku sejak pertama kali aku bekerja di sini, dia selalu ada di saat aku membutuhkan bantuan dari dompetnya ketika dompetku sudah tidak mampu lagi untuk menahan puasanya saat masa-masa tengah atau akhir bulan menyerang. Firman tidak segan untuk berbicara mengenai hal-hal yang mungkin tidak begitu menarik bagi orang lain. Dan itulah yang membuat kami menjadi teman baik sampai saat ini karena kami sama-sama menyukai hal-hal seperti itu. Sehingga tidak ada yang janggal jika kami saling mengetahui masalah masing-masing, seperti masalah yang sedang kualami saat ini.
Air mulai menetes dari langit. Membasahi permukaan bumi yang sepertinya membutuhkan sekali air di musim kemarau ini. Rintik hujan mulai menyanyikan nada-nada khas alamnya. Hanya atap halte menjadi pelindungku dari gerombolan air yang tak terhitung jumlahnya. Terkadang hujan bisa membuat sosok yang melihatnya pergi ke masa lalu. Bukan benar-benar pergi ke masa lalu tetapi mengingat kembali hal-hal yang di saat biasa tidak teringat lagi karena kesibukannya masing-masing. Seperti keadaanku saat ini.
Pukul 18.10.
Aku masih duduk menunggu bis bersama para penumpang yang lain. Bis yang akan membawaku ke rumah ini memang hanya beroperasi sampai pukul 19.00 saja. Padahal ini sudah lebih dari satu jam jam kerjaku usai sejak tadi dan juga sudah ada beberapa bis jurusanku yang lewat, tapi aku masih menunggu disini. Menunggu untuk sesuatu yang tidak jelas.
Semua ini bermula dari beberapa hari yang lalu, ya semua berawal dari situ. Saat itu, aku pulang seperti biasa dari kantor, aku menunggu di halte ini juga, pun sama dengan posisi tempat dudukku saat ini. Di depan halte ini ada sebuah toko kaset persis berseberangan dengan halte ini. Kantor tempat aku bekerja hanya berjarak 50 meter dari sini. Aku memang lebih menyukai menggunakan kendaraan umum. Alasannya adalah selain mengurangi kemacetan tapi juga karena aku tidak memiliki kendaraan pribadi untuk kupakai berangkat kerja. Toh, jika selama ini aku mempunyai kendaraan sendri, aku tidak akan mendapatkan keadaan-keadaan seperti tempo hari.
Hari itu, langit sudah dipenenuhi mentari senja. Aku duduk menunggu bis dengan menatap kosong kearah toko kaset di seberang. Sampai akhirnya pandanganku teralihkan oleh seorang remaja perempuan yang masuk ke toko tersebut. Aku hanya melihatnya sepintas dan tidak begitu mengenali wajahnya, aku hanya melihat punggungnya masuk dan akhirnya menghilang di telan toko itu. Aku tidak terlalu memikirkan hal barusan dan hanya focus menunggu bis jurusanku yang sampai sekarang belum juga datang, Hih!
Aku kembali menatap kosong toko itu, menatapnya kosong dan beberapa saat kemudian akhirnya teralihkan lagi oleh sosok gadis remaja perempuan tadi. Dia baru saja keluar dari toko itu. Sekarang aku bisa melihat gadis itu dari depan. Ia mengenakan masker hijau khas masker Indomaret, berkerudung coklat, mengenakan jaket Adidas wana abu-abu, berkacamata dan menenteng sebuah helm. Tetapi ada sesuatu yang menarik perhatianku, dia memakai sepatu kets selop yang kece bingits! Dan juga tas upin-ipin.
Jujur, pandanganku tidak terlepas dari gadis itu. Bukan, maksudku tas upin-ipin itu. Entah, kalau menurutku untuk gadis seukurannya yang jika kutaksir masih sekitar anak SMA atau anak kuliahan, memakai tas upin-ipin itu #AhSudahlah. Tapi Gadis ini…
Dia dengan jujur dan PeDe-nya menggunakan tas yang semestinya lebih pantas digunakan oleh adikku yang sekarang sudah kelas tiga Sekolah Dasar.
Akhirnya bisku datang. Keadaan sore ini begitu sepi, di halte ini hanya ada aku. Aku menaiki bis dan mengambil tempat duduk yang dekat jendela dan akhirnya kembali menatap gadis itu, ia sekarang sedang duduk di bangku yang ada di depan toko kaset. Huft! Hari yang melelahkan.
Keesokan harinya aku bekerja seperti biasa dan pulang pada jam sepeti biasanya, tepat pukul 17.00. Di Halte sudah banyak penumpang yang menunggu bis saat ini, begitu bisnya datangpun masih banyak orang yang ada di halte karena tidak kebagian tempat di dalam bis. Dengan keadaan seperti itu aku lebih memilih untuk menunggu bis yang keadaannya sedikit sepi dengan duduk di bangku halte. Aku duduk dan menatap sekeliling dengan bosan sembari merenggangkan kakiku yang sejak tadi pagi harus duduk di depan komputer.
Kemudian, pandanganku teralihkan oleh suatu hal. Hal yang tidak asing lagi bagiku, ya Tukang Es Tong-tong. Setiap pulang kerja memang biasanya tukang es tong-tong melewati jalan ini. Sebenarnya aku ingin sekali membeli es tong-tong Haji Muhidin ini, tapi apalah daya aku tidak mampu untuk meakukannya. Bukan karena aku tidak mampu untuk membelinya, tetapi jika aku pergi membeli es tong-tong Haji Muhidin itu nanti tempat dudukku akan diisi oleh orang lain dan akhirnya aku harus makan es tong-tong dalam keadaan berdiri, kan kampret!
Huft, aku hanya bisa melihat tukang es tong-tong tadi lewat. Aku menggerakkan bagian tubuhku yang kaku tetapi langsung terhenti karena aku melihat hal yang sama seperti kemarin. Ya, Gadis itu. Gadis bertas upin-ipin yang kemarin itu!. Sekarang ia masuk kedalam toko kaset itu lagi dengan keadaan sama seperti kemarin, sepatu, kerudung dan juga jaketnya.