(Cerita Pendek)
Di sebuah tempat, dimana senja bersinar jingga merekah dari arah barat. Ada dua orang muda-mudi yang dipertemukan oleh situasi tidak sengaja. Setelah sekian lama tidak jumpa. Tanpa suara.
“...”
“...”
Sunyi. Tidak ada percakapan diantara mereka berdua. Kedua bibir mereka terkatup erat tapi otak mereka menari-nari entah sampai mana. Jika diibaratkan sinetron, sepertinya lagunya Jamrud-Pelangi dimatamu bisa menjadi alternatif yang cocok untuk backsound mereka sore ini.
“Jadi... Mau sampai kapan kamu mau menjauh dari aku?” Ucap sang laki-laki membuka pembicaraan.
“Menjauh? Aku nggak menjauh.” Dan sang perempuan masih menjawab dengan nada datar khas seperti wanita yang selama 17 menit menunggu seseorang untuk dibelikan es krim.
“Haha... Aku benar-benar tidak peka jika aku tidak mengetahui hal itu.”
“Hmm” Sang wanita hanya berdehem pelan.
“...”
Keadaan menjadi lengang kembali.
“Maaf Ya.”
“Untuk?”
“Maaf karena aku mungkin tidak bisa menjadi seperti laki-laki yang kamu angankan saat kita bersama dulu. Maaf jika mungkin aku tidak bisa menjadi lebih dari semua masa lalumu. Dan maaf juga jika aku tidak bisa seperti dia yang kamu idolai sampai sekarang.”
“Bodo amat.” Si wanita tetap cuek pada lawan bicaranya dan tidak memindahkan pandangannya dari langit senja.
Si Lelaki hanya bisa menatap wajah si wanita, tersenyum, lalu menatap langit barat juga.
“Tak apa. Aku masih bisa seperti dulu kok.”
“...”
“Kamu tahu? Yah, setelah sekian lama kamu mencoba menjauhiku tanpa aku tahu apa alasan yang jelas kamu melakukan itu, aku masih tetap menyukaimu dan setiap dari hariku pikiranku juga tidak bisa lepas dari bayangmau bahkan setelah kita tidak melakukan komunikasi lagi.”
“Cerewet”
Si Lelaki tersenyum (lagi), dan melanjutkan perkataannya, “Iya, aku juga tahu saat bersamaku mungkin kamu juga tidak bahagia dengan semua sikapku dulu yang terlalu moody, kekanak-kanakan, dan mungkin terlalu kepo jika kamu bersama lelaki lain. Percayalah, aku tidak ingin kehilanganmu dengan cara semudah itu dan hanya bersamamu aku bisa mengeluarkan sikapku yang tidak bisa kulakukan jika bersama orang lain.”
Dia menghirup nafas panjang, nampaknya ada hal berat yang sedang menyelimutinya sekarang, “Tapi... Dengan kamu menjauh dariku, mungkin aku tidak bisa seperti sekarang. Kamu telah merubah pemiiranku perihal memperjuangkan seseorang, bagaimana itu semua sedikit mengubah sikapku mebjadi lebih baik lagi. Jika kamu tidak melakukan hal itu, mungkin aku tetap hanya aka menjadi lelaki yang “bocah” seperti lalu.”
“Aku tidak peduli lagi dengan semua itu!”
“Iya aku juga. Aku sudah tidak peduli lagi.”
“...”
“Aku sudah tidak peduli lagi. Kamu tahu saat bersamamu aka sangat iri dengan merekan yang bisa dengan leluasanya bisa membuat kamu tersenyum bahagia dengan cara yang mudah. Aku iri dengan mereka karena mereka bisa sedekat itu denganmu, aku takut kehilanganmu. Satu hal yang aku tahu salah pada diriku adalah otakku beku kala aku bertemu oarang yang kusukai dan aku tidak bisa berbicara tentang apa yang sebenarnya aku pikirkan. Karena pikiranku terlalu penuh dengan orang yang ada disebelahku, kamu.”
“Tapi, aku sudah tidak peduli lagi.” Lelaki menatap wajah orang disebelahnya sebentar, lalu melanjutkan bicaranya, “Aku tidak peduli siapa dia yang selalu kamu idolakan, aku tidak peduli dia yang membuatmu selalu tersenyum, akutidak peduli dia teman masa lalumu, aku juga tidak peduli jika kau bertemu pria mapan yang benar-benar typemu. Kalau aku bisa dekat denganmu seperti saat ini, aku tidak peduli dengan semua hal itu.”
“Bodo amat.”
“Haha... Apakah dulu aku salah mengungkapkan suka pada sahabatku sendiri ya? Hahaha. Tapi, aku ingin berterimakasih padamu. Terimakasih karena sudah “menyadarekanku”, terimakasih sudah memberikan sedikit bahagiamu dulu, terimakasih sudah pernah menghiasi hidupku. Terimakasih, karena bagaimanaapun kau akan tetap berada dalam hatiku.”
“Bodo amat.”
“Haha. Aku harap kita masih bisa seperti dulu lagi. Tapi, jika kamu terganggu dengan kehadiranku, tak apa. Mungkin kita bukan orang yang tepat untuk sekarang, tapi aku masih berharap kita orang yang tepat untuk waktu yang akan datang. Aku masih bisa seperti dulu lagi, aku masih bisa menyukaimu lewat do’a. Aku masih bisa menyukaimu seperti dulu, menyukai dalam diam. Iya, mungkin itu lebih baik.”
“Bodo amat.”
“Kamu tidak ada kalimat lain gitu? Aku sedari tadi sudah berperan seperti Gong Yoo di Goblin yang mengungkapakan perasaan sepenuh hati loh.” 7(-,-)7
“Bodo amat.”
“Bhahahaha... kampret.”
Suasana kembali sunyi, tidak ada satupun dari mereka mencoba membuka pembicaraan kembali. Di bawah langit senja sore, di sebuah tempat, dimana senja bersinar jingga merekah dari arah barat. Ada dua orang muda-mudi yang dipertemukan oleh situasi tidak sengaja. Tanpa suara.
“Maaf ya?”
“Untuk?”
“Mungkin aku masih akan menyukaimu untuk waktu yang lama.”
“Bodo amat.”
“Njiiirrrrrr!!!”
PS:
“So if you love someone, you should let them know
Oh, the light that you left me will everglow”
-Coldplay
0 komentar:
Posting Komentar